"Jangan Dengarkan Asing..!!"

Itulah yang diucapkan Bung Karno di tahun 1957 saat ia mulai melakukan aksi atas politik kedaulatan modal. Aksi kedaulatan modal adalah sebuah bentuk politik baru yang ditawarkan Sukarno sebagai alternatif ekonomi dunia yang saling menghormati, sebuah dunia yang saling menyadari keberadaan
masing-masing, sebuah dunia co-operasi, "Elu ada, gue ada" kata Bung Karno
saat berpidato dengan dialek betawi di depan para mahasiswa sepulangnya
dari Amerika Serikat.

Pada tahun 1957, perlombaan pengaruh kekuasaan meningkat antara Sovjet
Uni
dan Amerika Serikat, Sovjet Uni sudah berani masuk ke Asia pasca
meninggalnya Stalin, sementara Mao sudah ambil ancang-ancang untuk
menguasai seluruh wilayah perbatasan Sovjet Uni dengan RRC di utara
Peking.
Bung Karno sudah menebak Amerika Serikat dan Sovjet Uni pasti akan
rebutan
Asia Tenggara. "Dulu Jepang ngebom Pearl Harbour itu tujuannya untuk
menguasai Tarakan, untuk menguasai sumber-sumber minyak, jadi sejak lama
Indonesia akan jadi pertaruhan untuk penguasaan di wilayah Asia Pasifik,
kemerdekaan Indonesia bukan saja soal kemerdekaan politiek, atapi soal
bagaimana menjadiken manusia yang didalamnya hidup terhormat dan
terjamin
kesejahteraannya" kata Bung Karno saat menerima beberapa pembantunya
sesaat
setelah pengunduran Hatta menjadi Wakil Presiden RI tahun 1956. Saat itu
Indonesia merobek-robek perjanjian KMB didorong oleh kelompok Murba,
Bung
Karno berani menuntut pada dunia Internasional untuk mendesak Belanda
menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia "Kalau Belanda mau perang, kita
jawab dengan perang" teriak Bung Karno saat memerintahkan Subandrio
untuk
melobi beberapa negara barat seperti Inggris dan Amerika Serikat.

"Gerak adalah sumber kehidupan, dan gerak yang dibutuhkan di dunia ini
bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi dialah pemenang"
Ambisi
terbesar Sukarno adalah menjadikan energi sebagai puncak kedaulatan
bangsa
Indonesia, pada peresmian pembelian kapal tanker oleh Ibnu Sutowo
sekitar
tahun 1960, Bung Karno berkata "Dunia akan bertekuk lutut kepada siapa
yang
punya minyak, heee....joullie (kalian =bahasa belanda) tau siapa yang
punya
minyak paling banyak, siapa yang punya penduduk paling banyak...inilah
bangsa Indonesia, Indonesia punya minyak, punya pasar. Jadi minyak itu
dikuasai penuh oleh orang Indonesia untuk orang Indonesia, lalu dari
minyak
kita ciptaken pasar-pasar dimana orang Indonesia menciptaken
kemakmurannya
sendiri".

Jelas langkah Sukarno tak disukai Amerika Serikat, tapi Moskow cenderung
setuju pada Sukarno, ketimbang harus perang di Asia Tenggara dengan
Amerika
Serikat, Moskow memutuskan bersekutu dengan Sukarno, tapi perpecahan
Moskow
dengan Peking bikin bingung Sukarno. Akhirnya Sukarno memutuskan maju
terus
tampa Moskow, tampa Peking untuk berhadapan dengan kolonialis barat.

Di tahun 1960, Sukarno bikin gempar perusahaan minyak asing, dia panggil
Djuanda, dan suruh bikin susunan soal konsesi minyak "Kamu tau, sejak
1932
aku berpidato di depan Landraad soal modal asing ini? soal bagaimana
perkebunan-perkebunan itu dikuasai mereka, jadi Indonesia ini tidak
hanya
berhadapan dengan kolonialisme tapi berhadapan dengan modal asing yang
memperbudak bangsa Indonesia, saya ingin modal asing ini dihentiken,
dihancurleburken dengan kekuatan rakyat, kekuatan bangsa sendiri,
bangsaku
harus bisa maju, harus berdaulat di segala bidang, apalagi minyak kita
punya, coba kau susun sebuah regulasi agar bangsa ini merdeka dalam
pengelolaan minyak" urai Sukarno di depan Djuanda.

Lalu tak lama kemudian Djuanda menyusun surat yang kemudian ditandangani
Sukarno. Surat itu kemudian dikenal UU No. 44/tahun 1960. isi dari UU
itu
amat luar biasa dan memukul MNC (Multi National Corporation). "Seluruh
Minyak dan Gas Alam dilakukan negara atau perusahaan negara". Inilah
yang
kemudian menjadi titik pangkal kebencian kaum pemodal asing pada
Sukarno,
Sukarno jadi sasaran pembunuhan dan orang yang paling diincar bunuh
nomor
satu di Asia. Tapi Sukarno tak gentar, di sebuah pertemuan para
Jenderal-Jenderalnya Sukarno berkata "Buat apa memerdekakan bangsaku,
bila
bangsaku hanya tetap jadi budak bagi asing, jangan dengarken asing,
jangan
mau dicekoki Keynes, Indonesia untuk bangsa Indonesia". Ketika laporan
intelijen melapori bahwa Sukarno tidak disukai atas UU No. 44 tahun 1960
itu Sukarno malah memerintahkan ajudannya untuk membawa paksa seluruh
direktur perusahaan asing ke Istana. Mereka takut pada ancaman Sukarno.
Dan
diam ketakutan.

Pada hari Senin, 14 Januari 1963 pemimpin tiga perusahaan besar datang
lagi
ke Istana, mereka dari perusahaan Stanvac, Caltex dan Shell. Mereka
meminta
Sukarno membatalkan UU No.40 tahun 1960. UU lama sebelum tahun 1960
disebut
sebagai "Let Alone Agreement" yang memustahilkan Indonesia
menasionalisasi
perusahaan asing, ditangan Sukarno perjanjian itu diubah agar ada celah
bila asing macam-macam dan tidak memberiken kemakmuran pada bangsa
Indonesia atas investasinya di Indonesia maka perusahaannya
dinasionalisasikan. Para boss perusahaan minyak itu meminta Sukarno
untuk
mengubah keputusannya, tapi inilah jawaban Sukarno "Undang-Undang itu
aku
buat untuk membekukan UU lama dimana UU lama merupaken sebuah fait
accomply
atas keputusan energi yang tidak bisa menasionalisasikan perusahaan
asing.
UU 1960 itu kubuat agar mereka tau, bahwa mereka bekerja di negeri ini
harus membagi hasil yang adil kepada bangsaku, bangsa Indonesia" mereka
masih ngeyel juga, tapi bukan Bung Karno namanya ketika didesak bule dia
malah meradang, sambil memukul meja dan mengetuk-ngetukkan tongkat
komando-nya lalu mengarahkan telunjuk kepada bule-bule itu Sukarno
berkata
dengan suara keras :"Aku kasih waktu pada kalian beberapa hari untuk
berpikir, kalau tidak mau aku berikan konsesi ini pada pihak lain
negara..!" waktu itu ambisi terbesar Sukarno adalah menjadikan Permina
(sekarang Pertamina) menjadi perusahaan terbesar minyak di dunia,
Sukarno
butuh investasi yang besar untuk mengembangkan Permina. Caltex disuruh
menyerahkan 53% hasil minyaknya ke Permina untuk disuling, Caltex
diperintahkan memberikan fasilitas pemasaran dan distribusi kepada
pemerintah, dan menyerahkan modal dalam bentuk dollar untuk menyuplai
kebutuhan investasi jangka panjang pada Permina.

Bung Karno tidak berhenti begitu saja, ia juga menggempur Belanda di
Irian
Barat dan mempermainkan Amerika Serikat, Sukarno tau apabila Irian Barat
lepas maka Biak akan dijadikan pangkalan militer terbesar di Asia
Pasifik,
dan ini mengancam kedaulatan bangsa Indonesia yang baru tumbuh.
Kemenangan
atas Irian Barat merupakan kemenangan atas kedaulatan modal terbesar
Indonesia, di barat Indonesia punya lumbung minyak yang berada di
Sumatera,
Jawa dan Kalimantan sementara di Irian Barat ada gas dan emas. Indonesia
bersiap menjadi negara paling kuat di Asia. Hitung-hitungan Sukarno di
tahun 1975 akan terjadi booming minyak dunia, di tahun itulah Indonesia
akan menjadi negara yang paling maju di Asia , maka obesesi terbesar
Sukarno adalah membangun Permina sebagai perusahaan konglomerasi yang
mengatalisator perusahaan-perusahaan negara lainnya di dalam struktur
modal
nasional. Modal Nasional inilah yang kemudian bisa dijadikan alat untuk
mengakuisisi ekonomi dunia, di kalangan penggede saat itu struktur modal
itu diberi kode namanya sebagai 'Dana Revolusi Sukarno". Kelak empat
puluh
tahun kemudian banyak negara-negara kaya seperti Dubai, Arab Saudi, Cina
dan Singapura menggunakan struktur modal nasional dan membentuk apa yang
dinamakan Sovereign Wealth Fund (SWF) sebuah struktur modal nasional
yang
digunakan untuk mengakuisisi banyak perusahaan di negara asing, salah
satunya apa yang dilakukan Temasek dengan menguasai saham Indosat.

Sukarno sangat perhatian dengan seluruh tambang minyak di Indonesia, di
satu sudut Istana samping perpustakaannya ia memiliki maket khusus yang
menggambarkan posisi perusahaan minyak Indonesia, suatu hari saat Bung
Karno kedatangan Brigjen Sumitro, yang disuruh Letjen Yani untuk
menggantikan Brigjen Hario Ketjik menjadi Panglima Kalimantan Timur,
Sukarno sedang berada di ruang khusus itu, lalu ia keluar menemui
Sumitro
yang diantar Yani untuk sarapan dengan Bung Karno, saat sarapan dengan
roti
cane dengan madu dan beberapa obat untuk penyakit ginjal dan
diabetesnya,
Sukarno berkata singkat pada Sumitro : "Generaal Sumitro saya titip
rafinerij (rafineij = tambang dalam bahasa Belanda) di Kalimantan, kamu
jaga baik-baik" begitu perhatiannya Sukarno pada politik minyak.

Kelabakan dengan keberhasilan Sukarno menguasai Irian Barat, Inggris
memprovokasi Sukarno untuk main di Asia Tenggara dan memancing Sukarno
agar
ia dituduh sebagai negara agresor dengan mengakuisisi Kalimantan. Mainan
lama ini kemudian juga dilakukan dengan memancing Saddam Hussein untuk
mengakuisisi Kuwait sehingga melegitimasi penyerbuan pasukan
Internasional
ke Baghdad. Sukarno panas dengan tingkah laku Malaysia, negara kecil
yang
tak tau malu untuk dijadikan alat kolonialisme, namun Sukarno juga
terpancing karena bagaimanapun armada tempur Indonesia yang diborong
lewat
agenda perang Irian Barat menganggur. Sukarno ingin mengetest Malaysia.

Tapi sial bagi Sukarno, ia justru digebuk Jenderalnya sendiri. Sukarno
akhirnya masuk perangkap Gestapu 1965, ia disiksa dan kemudian mati
mengenaskan, Sukarno adalah seorang pemimpi, yang ingin menjadikan
bangsanya kaya raya itu dibunuh oleh konspirasi. Dan sepeninggal Sukarno
bangsa ini sepenuhnya diambil alih oleh modal asing, tak ada lagi
kedaulatannya dan tak ada lagi kehormatannya.

Sukarno menciptakan landasan politik kepemilikan modal minyak, inilah
yang
harus diperjuangkan oleh generasi muda Indonesia, kalian harus berdaulat
dalam modal, bangsa yang berdaulat dalam modal adalah bangsa yang
berdaulat
dalam ekonomi dan kebudayaannya, ia menciptakan masyarakat yang tumbuh
dengan cara yang sehat.

Bung Karno tidak hanya mengeluh dan berpidato didepan publik tentang
ketakutannya seperti SBY, tapi ia menantang, ia menumbuhkan keberanian
pada
setiap orang Indonesia, ia menumbuhkan kesadaran bahwa manusia Indonesia
berhak atas kedaulatan energinya. Andai Indonesia berdaulat energinya,
Pertamina menjadi perusahaan minyak terbesar di dunia dan menjadi
perusahaan modal yang mengakusisi banyak perusahaan di dunia maka minyak
Indonesia tak akan semahal sekarang, rakyat yang dicekik terus menerus.

Pada Bung Karno, hendaknya jalannya sejarah Indonesia harus
dikembalikan.